revisednews – Sebuah pondok pesantren (ponpes) ternama yang terletak di kawasan [nama daerah] mengalami insiden ambruknya salah satu bangunan utamanya pada Rabu malam (8/10). Meski tak menimbulkan korban jiwa, kejadian ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua santri, terlebih karena biaya masuk ponpes tersebut diketahui mencapai puluhan juta rupiah per tahun.
Insiden ini membuka berbagai pertanyaan terkait standar keamanan bangunan lembaga pendidikan, transparansi penggunaan dana, dan perlindungan hak-hak santri serta wali santri. Berikut adalah rangkuman fakta dan perkembangan terkini terkait kasus ini.
1. Bangunan Ambruk Saat Hujan Deras
Peristiwa ambruknya bangunan terjadi sekitar pukul 21.30 WIB saat sebagian besar santri sedang melaksanakan kegiatan belajar malam di ruang terpisah. Bangunan yang roboh merupakan gedung serbaguna dua lantai yang baru dibangun sekitar tiga tahun lalu dan biasa digunakan untuk kegiatan keagamaan serta pertemuan besar.
Menurut kesaksian warga dan beberapa santri, sebelum kejadian sempat terdengar bunyi retakan yang cukup keras, disusul runtuhnya sebagian atap dan dinding bagian timur bangunan. Hujan lebat yang mengguyur daerah tersebut sejak sore diduga mempercepat kerusakan struktur bangunan.
2. Tidak Ada Korban Jiwa, Tapi Kerugian Material Besar
Kepala Ponpes, KH. Ahmad Ridwan, menyampaikan bahwa tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. “Alhamdulillah, semua santri selamat karena bangunan saat itu tidak sedang digunakan penuh,” ujarnya saat diwawancarai wartawan. Namun demikian, kerugian material diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Pihak ponpes telah memasang garis pembatas dan melarang aktivitas di sekitar lokasi bangunan yang ambruk. Sejumlah aparat kepolisian dan petugas pemadam kebakaran juga dikerahkan untuk membantu evakuasi puing-puing.
3. Biaya Masuk Capai Puluhan Juta, Transparansi Dipertanyakan
Ponpes tersebut dikenal sebagai salah satu yang paling bergengsi di wilayahnya, dengan biaya masuk yang mencapai Rp25 juta hingga Rp40 juta per tahun, tergantung program yang diambil. Rincian biaya tersebut mencakup asrama, kegiatan tahfiz, program bahasa Arab-Inggris, serta sarana dan prasarana.
Namun, insiden ini memicu kritik dari wali santri dan masyarakat mengenai transparansi penggunaan dana tersebut. Banyak yang mempertanyakan apakah dana besar yang dibayarkan sudah digunakan secara maksimal untuk menjamin kualitas dan keamanan fasilitas.
“Kalau bangunan bisa ambruk dalam waktu tiga tahun, kita jadi ragu ke mana uang itu sebenarnya dialokasikan,” ujar seorang wali santri yang enggan disebutkan namanya.
4. Dugaan Kualitas Bangunan yang Buruk Muncul
Pasca kejadian, sejumlah ahli konstruksi independen yang dimintai pendapat menyebutkan bahwa bangunan yang ambruk kemungkinan besar memiliki masalah struktural sejak awal. Salah satu indikasi adalah runtuhnya struktur utama tanpa dipicu oleh gempa atau kejadian luar biasa lainnya.
Dinas Pekerjaan Umum setempat juga sudah mulai melakukan investigasi. “Kami akan telusuri apakah ada pelanggaran dalam proses pembangunan, mulai dari perizinan hingga pengawasan konstruksi,” kata Kepala Dinas PU setempat.
Jika ditemukan pelanggaran, kontraktor dan pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan bisa dikenai sanksi administratif bahkan pidana.
5. Tuntutan Orang Tua dan Tindakan Lanjutan
Setelah insiden, puluhan orang tua santri menggelar pertemuan darurat dengan pihak ponpes, menuntut kejelasan atas kejadian ini dan jaminan keselamatan anak-anak mereka. Beberapa di antaranya bahkan mempertimbangkan untuk memindahkan anak mereka ke lembaga pendidikan lain jika tidak ada perbaikan nyata.
Pihak yayasan pondok pesantren berjanji akan segera melakukan audit internal dan mempercepat proses perbaikan. Mereka juga membuka jalur pengaduan bagi wali santri yang ingin menyampaikan keluhan.
“Kami tidak akan menutupi apa pun. Kami akan transparan dan memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi,” ujar KH. Ahmad Ridwan.
Penutup: Momentum Evaluasi untuk Dunia Pendidikan
Kejadian ambruknya bangunan pondok pesantren ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan, khususnya yang berbasis asrama. Keselamatan siswa seharusnya menjadi prioritas utama, terlebih ketika lembaga tersebut memungut biaya besar.
Transparansi anggaran, audit konstruksi berkala, serta keterbukaan informasi kepada publik adalah hal-hal yang perlu diperkuat. Masyarakat berharap kasus ini menjadi momentum perbaikan menyeluruh, bukan sekadar ditangani sementara lalu dilupakan.
